JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Barack Obama berulang kali menyatakan akan membangun hubungan dengan dunia Islam berdasarkan sikap saling menghormati. Namun masyarakat Indonesia tidak perlu terlena dengan madu Presiden kulit hitam pertama di Amerika itu.

Janji Obama itu sampai saat ini belum dapat dibuktikan. Tengok saja pidato pertamanya saat Inaugurasi pada 20 Januari 2009, saat dirinya dilantik menjadi presiden. Dalam pidato itu tak sepatah kata pun simpati terhadap rakyat Palestina mengalir dari mulutnya. Padahal pembantaian rakyat Gaza oleh palestina telah menimbulkan korban seribu orang lebih. "Mereka menyatakan akan membangun hubungan yang berdasarkan mutual respect, jika kondisinya seperti itu, mutual respect yang seperti apa," tandas juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto.

Latar belakang Barack Obama yang memiliki kaitan historis dengan dunia ketiga khususnya dunia Islam tidak bisa dijadikan tolak ukur arah kebijakan Amerika Serikat.

Ismail melihat tidak ada perubahan yang signifikan antara pemerintahan George Bush dan Barack Obama. Amerika tetap memiliki ciri sebagai negara yang berstandar ganda. Apa yang disebut Obama sebagai soft power dalam hubungan internasionalnya, sebenarnya tidak lain adalah tekanan.

"Amerika kan seperti itu, kalau bisa halus mereka main, halus. Tapi jika tidak bisa, ya dikasari," terangnya.

Dia menilai kedatangan Hillary ke Indonesia hari ini, tak lepas dari kepentingan pragmatis Amerika Serikat. Khususnya mengenai keberadaan Exxonmobil di Natuna dan Selat Malaka, di mana AS memiliki keinginan agar Indonesia menyerahkan Natuna agar digarap Exxonmobil dan menekan Indonesia mengizinkan pangkalan militer mereka berdiri di Natuna.

"Banyak yang berharap dengan Amerika di bawah Presiden Obama, tapi faktanya lain. Ingat saja saat Condoleezza Rice datang, Blok Cepu melayang, sekarang Hillary Clinton datang apa lagi yang bakal melayang," papar dia.

Hal lainnya, kunjungan Hillary juga memiliki agenda untu akan mendorong Indonesia agar berperan dalam perang terhadap terorisme dan penyelesaian masalah Palestina. Tapi Yusanto menyatakan, tentunya Indonesia diminta menyelesaikan persoalan itu sesuai dengan prespektif Amerika Serikat.

Selain persoalan itu, dia juga mengingatkan pemerintah Indonesia, agar bersikap hati-hati terhadap keinginan-keinginan Amerika Serikat yang menurutnya bisa berdampak pada kedaulatan Indonesia.

"Partai Demokrat di Amerika Serikat itu pendukung separatis Papua," ungkapnya.

0 komentar:

Caution : Wajib diklik

Followers

Caution : Wajib diklik