DENPASAR - Suasana perayaan Hari Raya Nyepi di Bali, tahun ini sedikit berbeda daripada sebelumnya. Parum Bendesa Pekraman Denpasar memutuskan meniadakan ajang kreativitas pawai ogoh-ogoh pada malam pengerupukan.
Kebijakan itu demi menjaga kondusifnya keamanan Denpasar menjelang pelaksanaan pemilu serta Karya Agung Panca Bali Krama.
"Ini sudah hasil kesepakatan paruman bendesa Se-Denpasar," ungkap Ketua Parum Bendesa Pekraman Denpasar, I Wayan Meganadha melalui rilis kepada okezone di Jakarta, Selasa (10/2/2009).
Hasil kesepakatan akan disosialisasikan kepada setiap Sekaa Teruna melalui Kelian Banjar. Sehingga pada Perayaan Hari Raya Nyepi 1931 Saka yang jatuh pada 26 Maret 2009 tidak akan ada lagi masyarakat yang terlanjur membuat ogoh-ogoh.
Tujuan kebijakan pelarangan pawai ogoh-ogoh secara filosofis mengacu pada kewajiban krama Bali melaksanakan swadarma negara dan agama secara sinergis. "Bukannya melarang kreativitas," ujarnya.
Secara terpisah Kabag Humas dan Protokol Kota Denpasar, Erwin Suryadarma menyambut baik hasil keputusan Parum Bendesa Pakraman. Pemkot Denpasar akan segera membuat surat edaran untuk menindak lanjuti keputusan paruman bendesa adat kepada para camat dan kades.
Sebagaimana diketahui, malam perayaan Hari Raya Nyepi atau yang dikenal dengan malam pengerupukan biasanya diramaikan dengan ajang kretivitas budaya pawai ogoh-ogoh. Ribuan ogoh-ogoh beserta krama Bali tumpah ruah di jalan-jalan protokol untuk melakukan pawai.
Disetiap perempatan atau pertigaan jalan, ogoh-ogoh diputar-putar dan diteriaki. Tujuannya agar patung yang melambangkan Batara Kala itu tidak menganggu manusia. Diakhir acara pawai, biasanya ogoh-ogoh dibakar.
Selasa, 10 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar